JATUH HATI PADA TANJAKAN PERTAMA
April 30, 2020
Bagian 1
Akhir Agustus 2013
Akhir Agustus 2013
"Rok ikut naik gunung gak?"
Wah naik gunung? Seraya hati bertanya, imajinasi melanglang buana. Sesuatu yang teramat baru di telinga.
"Naik gunung apa dan dimana?" Sedikit pertanyaan, untuk menghargai sebuah ajakan.
"Gunung Gede Rok, nanti dua minggu lagi!".
Sebuah ajakan yang akan menjadi perjalanan panjang menuju banyak petualangan, hingga menghadapi penyesalan yang teramat menyakitkan. Ajakan yang merubah sebuah persepsi seseorang terhadap sebuah kehidupan; tentang alam, tumbuhan, hewan, begitu juga kepada sesama manusianya juga. Dan akan ada banyak perjalanan lagi yang akan dilalui seseorang yang haus petualangan.
Beberapa hari setelahnya, dengan banyak pertimbangan dan banyak bayang-bayang tentang gunung yang tinggi itu, gunung yang gagah itu. "Bagaimana mendaki gunung itu?", "Seperti apa di gunung itu?", "Apa saja yang harus dipersiapkan untuk di sana?". Dan banyak hal lagi yang menyesap perlahan ke otak.
Aku mengiyakan ajakan Berry untuk ikut pendakian ini. Dengan satu syarat hanya mengumpulkan fotokopi KTP dan uang yang aku lupa berapa jumlahnya pada saat itu. Untuk melakukan pendaftaran di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Aku mengiyakan ajakan Berry untuk ikut pendakian ini. Dengan satu syarat hanya mengumpulkan fotokopi KTP dan uang yang aku lupa berapa jumlahnya pada saat itu. Untuk melakukan pendaftaran di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Selang beberapa hari, aku menerima sebuah broadcast pesan dari Berry;
DAFTAR YANG
HARUS DIBAWA, MUNGKIN SUDAH ADA YANG PERNAH MENDAKI TAPI SAYA MENGINGATKAN
KEMBALI :
1.
Tas untuk Pendakian/ Carril/ Daypack untuk keperluan pribadi.
2.
Setelan baju, kolor, celana outdoor, kancut untuk perjalanan 2 hari.
3.
Sweater/ Jaket Hangat.
4.
Sepatu/ Sandal outdoor.
5.
Senter/ Headlamp.
6.
Plastik Kosong/ Trash bag.
7.
Sarung/ Selimut yang tidak teralu besar.
8.
Sarung tangan dan Kaos kaki.
9.
Ponco/ Jas hujan.
10. Obat-obatan pribadi.
11. Cemilan pribadi
u
Satu lagi 'kaget', setelah 'kaget' dengan ajakan naik gunung sebelumnya. Anyiiing, banyak juga peralatan yang harus dibawa. Dapet darimana aaiinggggg. Tidak iingin merepotkan mereka, aku memutuskan untuk mencari peralatan sendiri..
Mencari perlengkapan pendakian.
Membeli segala peralatan pendakian tidak mungkin, ternyata lumayan mahal pada saat itu, setelah banyak pencarian di laman pencarian online. Satu persatu peralatan yang ada di rumah mulai aku kumpulkan. Baju, celana, sarung, kaos kaki, sarung tangan, jas hujan, senter dan obat-obatan pribadi. Sisanya, kita tanya beberapa kawan lama.
Mulai mencari tahu, siapa yang punya tas gunung alias tas carrier di jejaring sosial. Setelah beberapa pencarian, serangkaian permohonan, bujuk rayu dan adu panco. Akhirnya tas didapatkan, tinggal sepatu dan jaket outdoor. Oke setelah dipikir beberapa kali, akhirnya keputusan bulat. Membeli sisanya, siapa tau toh nanti bakal bisa dipake buat sehari-hari.
Kataraft toko peralatan outdoor yang terkenal di Bogor, menjadi tujuan. Pilah memilah, bingung menanggung, uang tak banyak juga ingin dibuang. Satu buah jaket merek ARei dan satu sendal Consina. Tidak dengan sepatu outdoor, sepatu outdoor jadi hal tabu hingga saat ini, dulu dengan alasan harga yang menurutku terlalu mahal, hingga sekarang jadi hal yang tak pernah dibeli sampai saat ini, sampai hari ini. Meminjam walau kadang tak enak adalah pilihan utama, karena sudah memutuskan untuk tak lagi mendaki rutin kembali, dan mendaki jika memang merindu saja.
Oke, sepertinya semuanya sudah lengkap. Tinggal beberapa makanan dan segala persiapan selesai. Oh, hampir lupa, sebuah restu orang tercinta juga merupakan syarat dari sebuah perjalanan. Tentunya ibu tercinta, hal paling pertama terpikir saat itu. Setelah serangkaian nasihat; jangan ini, jangan itu, harus ini, harus itu, haha aku kira ibu ternyata pendaki yang berpengalaman. Oke restu didapat, kecup menyusup pipi ibu, semoga doamu tidak pernah gagal ibu, terima kasih.
Hari keberangkatan.
7 Juli 2013
Setelah pulang dari pekerjaan pukul 12 malam, kami bergegas ke rumah Dudi. Rumah Bang Dudi menjadi tempat singgah kami untuk ikut keberangkatan di pagi hari nanti. Merapikan tas dan isi dari masing-masing peserta, Bang Dudi mengatur pembagian logistik hingga pukul 2 lebih kami selesai. Hal yang baru saya ketahui adalah, Bang Dudi ternyata bagian dari Mapala IPB, pantas saja terlihat cekatan dan tak banyak buang waktu, mungkin pengalaman berbicara lebih di sini, dan Gunung Salak adalah gunung kesukaannya.
Sial, saat yang lain terlelap cepat dalam pejam. Aku malah banyak pikiran, melanglang menerka Gunung Gede, menelusuri perlahan memasuki hutan dengan pepohonannya, dengan rusa berjalan perlahan seperti yang aku lihat di film Into The Wild, melihat burung saling bersahut nyanyian. Sebuah gambaran awal untuk menuju satu perjalanan yang akan merubah hidup seseorang.
Sembilan orang telah mandi bergantian di waktu istirahat yang amat kurang, agar segar untuk menuju sebuah petualangan yang sepertinya akan terasa panjang. Aku yang kurang tidur memilih hanya mencuci muka, ketiak dan selangkangan dengan sabun, lalu mengenakan pakain ganti, bermodal deodoran dan parfum semprot, sepertinya cukup segar dan wangi. Sebuah trik jika kalian malas mandi haha.
Karena persiapan logistik sudah beres sejak semalam, setelah salat subuh kami pun berangkat menuju pemberhentian bis untuk segera menuju Cibodas. Oh ya, kami naik Gunung Gede melalui jalur Cibodas dan turun melalui Cibodas pula. Dengan segala keyakinan bahwa cuaca hari ini bagus, setelah berdoa kami bergegas meninggalkan rumah Bang Dudi yang nyaman.
Untuk pertama kalinya mendaki, ternyata sebuah kesalahan mengenakan celana denim alias jeans. Sebuah nasihat dari kawan, mendaki menggunakan celana jeans itu repot, celana yang cukup berat untuk dilipat dan di masukkan ke dalam tas carrier. Celana jeans beratnya juga akan bertambah jika basah, selain itu celana ini juga susah keringnya, karena keringat sendiri dan terlebih jika cuaca hujan, belum lagi gesekan antar lutut dan bahan celana ini yang akan membuat kaki kalian tidak nyaman. Mau bagaimana lagi sudah terlanjur juga, ayo berangkat!.
Bersambung...
Mulai mencari tahu, siapa yang punya tas gunung alias tas carrier di jejaring sosial. Setelah beberapa pencarian, serangkaian permohonan, bujuk rayu dan adu panco. Akhirnya tas didapatkan, tinggal sepatu dan jaket outdoor. Oke setelah dipikir beberapa kali, akhirnya keputusan bulat. Membeli sisanya, siapa tau toh nanti bakal bisa dipake buat sehari-hari.
Kataraft toko peralatan outdoor yang terkenal di Bogor, menjadi tujuan. Pilah memilah, bingung menanggung, uang tak banyak juga ingin dibuang. Satu buah jaket merek ARei dan satu sendal Consina. Tidak dengan sepatu outdoor, sepatu outdoor jadi hal tabu hingga saat ini, dulu dengan alasan harga yang menurutku terlalu mahal, hingga sekarang jadi hal yang tak pernah dibeli sampai saat ini, sampai hari ini. Meminjam walau kadang tak enak adalah pilihan utama, karena sudah memutuskan untuk tak lagi mendaki rutin kembali, dan mendaki jika memang merindu saja.
Oke, sepertinya semuanya sudah lengkap. Tinggal beberapa makanan dan segala persiapan selesai. Oh, hampir lupa, sebuah restu orang tercinta juga merupakan syarat dari sebuah perjalanan. Tentunya ibu tercinta, hal paling pertama terpikir saat itu. Setelah serangkaian nasihat; jangan ini, jangan itu, harus ini, harus itu, haha aku kira ibu ternyata pendaki yang berpengalaman. Oke restu didapat, kecup menyusup pipi ibu, semoga doamu tidak pernah gagal ibu, terima kasih.
Hari keberangkatan.
7 Juli 2013
Setelah pulang dari pekerjaan pukul 12 malam, kami bergegas ke rumah Dudi. Rumah Bang Dudi menjadi tempat singgah kami untuk ikut keberangkatan di pagi hari nanti. Merapikan tas dan isi dari masing-masing peserta, Bang Dudi mengatur pembagian logistik hingga pukul 2 lebih kami selesai. Hal yang baru saya ketahui adalah, Bang Dudi ternyata bagian dari Mapala IPB, pantas saja terlihat cekatan dan tak banyak buang waktu, mungkin pengalaman berbicara lebih di sini, dan Gunung Salak adalah gunung kesukaannya.
Sial, saat yang lain terlelap cepat dalam pejam. Aku malah banyak pikiran, melanglang menerka Gunung Gede, menelusuri perlahan memasuki hutan dengan pepohonannya, dengan rusa berjalan perlahan seperti yang aku lihat di film Into The Wild, melihat burung saling bersahut nyanyian. Sebuah gambaran awal untuk menuju satu perjalanan yang akan merubah hidup seseorang.
Sembilan orang telah mandi bergantian di waktu istirahat yang amat kurang, agar segar untuk menuju sebuah petualangan yang sepertinya akan terasa panjang. Aku yang kurang tidur memilih hanya mencuci muka, ketiak dan selangkangan dengan sabun, lalu mengenakan pakain ganti, bermodal deodoran dan parfum semprot, sepertinya cukup segar dan wangi. Sebuah trik jika kalian malas mandi haha.
Karena persiapan logistik sudah beres sejak semalam, setelah salat subuh kami pun berangkat menuju pemberhentian bis untuk segera menuju Cibodas. Oh ya, kami naik Gunung Gede melalui jalur Cibodas dan turun melalui Cibodas pula. Dengan segala keyakinan bahwa cuaca hari ini bagus, setelah berdoa kami bergegas meninggalkan rumah Bang Dudi yang nyaman.
Dengan canda tawa kami mulai perjalanan menuju basecamp pemeriksaan. Lumayan jauh dari warung Mang Idi, dengan latar pemandangan Gunung Gede dan Pangrango terpampang gagah di hadapan kami. Dalam hati semakin hebat bertanya, apa iya gunung sebesar dan setinggi ini bisa kita jajaki.
"Mendaki untuk pulang", sebuah nasihat dari Bang Dudi. |
Sebuah pelataran dengan latar belakang "Selamat Datang, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango" yang besar menyambut kami. Cuaca pagi yang segar, mungkin teramat segar. Rasanya aku tak akan mandi pagi setiap hari, jika aku tinggal di sini. Di bagian samping tulisan itu ada sebuah anak tangga menuju basecamp pemeriksaan. Menapaki tangga yang dibentuk dengan susunan batu yang rapi, pendakian dimulai.
Tiba di basecamp disajikan dengan banyak pepohonan tinggi mengelilingi dan beberapa bangunan di sekitarnya. Teduh sejuk merasuk, ahh aku ingin tinggal lama di sini, walaupun aku akan jarang mandi pagi. Menunggu ketua rombongan melaporkan berapa banyak peserta dan apa saja yang kami bawa, aku berkeliling sejenak. Aku benar-benar jatuh hati pada tempat ini, walau sebenarnya semua yang terpampang di luar apa yang sering terbayang oleh pikiran ini. Ternyata berpikir berlebihan atau overthinking tak bagus juga, awalnya mengkhawatirkan padahal kenyataannya sungguh lebih menakjubkan, terima kasih Tuhan. Aku jatuh hati atas alam dan segala ciptaan-Mu yang selalu sempurna untuk kehidupan.
Bersambung...
0 komentar